Suku

Suku Bolango

Ia mengatakan Suku Bolango, suku asli Bolaang Uki hidup dan berkembang di Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara pada abad ke-13.

Penulis: David Manewus | Editor: Dinar Fitra Maghiszha
tribun manado/David Manewus
Makam Raja Hasan Van Gobol 

TRIBUNMANADOWIKI.COM - Bolaang Mongondow Selatan atau Bolsel menjadi satu di antara kabupaten di Sulawesi Utara yang memiliki kekayaan sumber daya alam.

Namun, banyak di antara kita yang belum tahu persis bagaimana sepak terjang masyarakat dan alam di daerah kaya ini.

Pertanyaan pun muncul di benak orang yang baru datang ke-Bolaang Uki, ibu kota Bolsel adalah dari mana mereka (penduduk) berasal.

Tribun Manado mencoba menelusurinya.

Saleh Echsan Gobel atau biasa dipanggi papa Yogi, Ketua Komunitas Budaya "Sandoba" Bolaang Uki menceritakan kesamaan budaya antara masyarakat di sini dengan Kota Bitung.

Gerbang Alun-Alun Molibagu
Gerbang Alun-Alun Molibagu (tribun manado/David Manewus)

1. Dari Batang Dua

Ia mengatakan Suku Bolango, suku asli Bolaang Uki hidup dan berkembang di Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara pada abad ke-13. 

Konon kabarnya dari Batang Dua, Maluku Utara, dari keturunan putra raja Ternate,
Suku yang dimulai dengan kelompok kecil itu menjadi semakin bertambah.

Tuntutan dan tantangan hidup makin terasa.

Kebutuhan terhadap tata aturan dan tata krama pergaulan, pimpinan, dan pengendali kelompok semakin diharapkan.

Dalam suasana demikian, lahirlah pemimpin di antara mereka yang bernama Wintuwintu untuk mengatur dan memimpin mereka

Wintuwintu menjadi Kepala Suku.

Ia mengatur tata krama dalam pergaulan antarwilayahnya. 

Ia juga mempertahankan Bolango sebagai suku yang menguasai suatu wilayah tertentu. 

Ia arif dan bijaksana. 

Sifat itu membuatnya menjadi pemimpin yang dikagumi, disegani dan dihormati.

Pertumbuhan masyarakat suku Bolango di Pulau Lembeh membuat Lembeh menjadi tempat yang tidak memungkinkan untuk dihuni.

Air yang tersedia terbatas.

Maka, mereka melakukan pengembaraan hingga ke beberapa wilayah.

Daerah tujuannya ialah Kema, Tonsea Lama, pedalaman Bolaang Mongondow, Negeri Lama (Milangodaa), Tapa (Gorontalo), Imana (Kwandang), Lombangin, Labuhan Uki dan terakhir menetap di Molibagu.

Menurut Petrus Sombowadile, Staf Pengajar ITM Manado dan Koordinator FORSAS Manado saat bedah buku Kerajaan Bolango: Dari Tapa ke Bolaang Uki (Suatu Tinjauan Sejarah Sosial), di Molibagu, Rabu (20/8/2014) mengatakan suku ini berasal dari Batang Dua, Ternate dan menuju pulau Lembeh. 

Walau belum jelas dari pulau yang mana. 

Mayau jaraknya 133 kilometer dan Tifure jaraknya 117 kilometer.

Faktor perpindahan, kata Petrus, lebih karena terdorong ke luar bukan karena tertarik mencari tempat yang lebih baik. 

Ada alasan politis karena diganggu bajak laut.

Mereka akhirnya berpindah ke Kaburukan (Kema), Tanjung Pulisan, dan Tonsea Lama. 

Karena perselisihan dengan orang Tonsea Lama, mereka kembali berpindah. 

Di bawah pimpinan Intu-Intu atau Wintu-wintu sejak awal berangkat melalui jalur pantai utara Sulawesi melewati Bangka, Babontehu di Manado Tua, Mangatasik di Ranoyapo, dan menuju ke muara sungai Lombagin, dan menetap di bagian timur sungai Lombagin.

Putri Daopeyago, seorang putri yang membawa kelompok pengembara ini, kata Petrus  melakukan pengembaraan dari satu tempat ke tempat lain berlayar ke arah barat mengikuti arah matahari. 

Di Lembah Molibagu, Putri Daopeyago mengambil segumpal tanah (buta no dirlata) dan bersumpah bahwa di kemudian hari wilayah ini akan menjadi tempat permukiman bagi orang-orang Bolango.

Suku Putri Daopeyago melanjutkan perjalanan ke pegunungan Tolutu dan dibangun perkampungan yang disebut Lipu Lagido (negeri lama) Tinempa. 

Bagi orang Bolango tempat itu disebut Mongoladea atau Mongoladia yang berarti ketinggian.

Di Lombagin, suku ini menuju Suwawa.

Pada zaman Putri Tithingio, suku ini menuju Totoija. 

Setelah itu suku ini ke Tohupo (Batudaa) dan menetap di wilayah Limboto. 

Akhirnya mereka membuat permukiman di Tapa dan dikembangkan menjadi sebuah kerajaan.

Belanda datang dengan VOC-nya lalu memberikan banyak kontrak terhadap kerajaan di Gorontalo. 

2. Kembali ke Molibagu

Gobel kemudian mengisahkan beberapa cerita rakyat di antaranya perkawinan Pulumbula dan Tintingio ialah putri Boligi Dua.

Boligi Dua dikawini Mogolaingo Dua yang kemudian menjadi raja.

Mereka memperoleh anak Sangian Datu (Datubinangkang yang berarti percaya diri, pembangkang VOC).

Sangian Datu yang kemudian menjadi raja itu kawin dengan Lengkiyo dan memiliki anak bernama Prens Dadongkat.

Dadongkat yang merupakan putra mahkota itu kawin dengan Mongili Dua.

Ia mempunyai dua putri yaitu Putri Tileypelu (nama panggilan bagi anak putra mahkota) dan Boilologo (nama panggilan putri cantik jelita) tapi tak betah di rumah.

Penggunaan nama panggilan itu sama dengan adat suku Gorontalo yang merupakan penduduk asli di mana saat itu suku Bolango berada.

Sejak Sangian Datu, mereka berada di Tapa, Gorontalo.

Bolango kemudian mencapai masa keemasan pertama saat putri Tileypelu dinikahi Abram Gobol.

Gobol atau Gobel, keturunan Jerman yang belajar Islam di Baghdad.

Ia penyebar Islam ketika Gorontalo/Hulontalo, Limboto/Limutu, dan Bune/Suwawa sudah diislamkan dan daerah itu memakai sistem kesultanan (sistem lazim pemerintahan Islam pengaruh kesultanan Tidore dan Ternate).

Saat itu, suku Bolango yang berdiam di bagian utara Gorontalo dan menggunakan sistem pemerintahan kerajaan dengan kekuasaan mutlak dan agama yang belum Islam.

Gobol ingin agar Bolango diislamkan.

Gobol ingin menjadi Bolango sistem kesultanan.

Papa Yogi yang pernah menjadi wartawan Lembaga Kantor Berita Nasional "ANTARA" perwakilan Manado 1976-1978 mengatakan tetapi karena hati dan jiwa masyarakat Suku Bolango "keras pendirian dan percaya diri", menurutnya Gobol hanya berhasil mengislamkan keluarga raja dan masyarakat tapi tidak bisa merubah sistem kerajaan dengan demokrasi.

Abraham Gobol dinilai mampu mengemban tugas pemerintahan dengan kejujuran, pandangan luas dan diplomasi.

Ada penataan adat-istiadat, pemberlakuan Islam sebagai agama dan pemberlakuan peraturan untuk kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.

Hubungan kerja dengan kesultanan lain seperti Hulontalo, Limboto, Bune, dan Atinggola membuat adanya Duluwo Limo Lo Pohalaa.

Dengan itu Gorontalo tidak dapat dijajah Belanda seperti Minahasa.

Gobol diberi gelar adat oleh rakyat dengan nama Abram Punumonigiho yang berarti Abram Pemegang Kekuasaan dan Kekuatan.

Gobol (Hubulo) identik dengan Kaabulu yang artinya terkabul dan terpenuhi dipandang keramat oleh masyarakat Gorontalo.

Karena latar belakang Gobol dalam Hukum Adat suku Bolango disebutkan, 

"Bangsa Asing yang telah memeluk agama Islam dan mempersunting anak cucu raja maka derajat dirinya dipersamakan dengan harkat dan martabat istrinya serta memperoleh hak-hak istimewa sebagaimana yang diperlakukan pada keluarga istana,"

Menurut Petrus, Tahun 1752, ada Raja Hubulo (Gobel). 

Raja ini merupakan ulama dan peletak dasar Islamisasi di Bolango. 

Singkat cerita, karena pengaruh kuat Pemerintah Hindia Belanda, awal abad ke-19, Raja Bolango kemudian berinisiatif melakukan migrasi ke Bolaang Mongondow. 

Itu dilakukan secara bergelombang dengan rute perjalanan yang berbeda. 

Mereka tiba di Molibagu, yang disebut banyak orang sebagai tempat di mana tanah yang dijilati Putri Daopeyago.

3. Jaman Keemasan Kedua

Menurut Saleh Echsan Gobel, leluhurnya Abram Gobol dikaruniai putra dan putri.

Mereka adalah Tileytidu, Tidebulra, Ene, Tintingio, Prens Polingala (raja 1788-1801), Prens Pulrubulwara (raja 1801-1810), dan Prens Bomulo.

Putri Bolilologo dinikahi Abraham Dowel yang berkebangsaan Belanda, tapi sudah memeluk agama Islam.

Ketika Gobol ke Ternate untuk dinobatkan menjadi raja kerajaan Bolango, pemerintahan dijalankan Dowel.

Ia diangkat menjadi wakil raja sekaligus Jojugu dan diberi gelar Abram Duwawulu yang artinya Abram yang memegang pimpinan kedua.

Ketika Raja Gobol kembali ke Tapa, Dowel menjemput raja dengan tarian kebesaran buatannya yang diberi nama tarian Dangisa yang dikenal sampai sekarang.

Dowel meninggal duluan hingga marga Duwawulu tidak berkembang.

Ketika kerajaan berpindah ke Imana (Kecamatan Atinggola sekarang) ada yang pindah tapi ada tapi ada juga yang tidak.

Karena sistem kerajaan yang demokratis, maka anggota keluarga bangsawan yang Mokosisi, anak Dowel bisa menjadi raja ke-X.

Apalagi ia kawin dengan Putri Ene (anak Raja Gobol).

Perpindahan ke Imana terjadi pada zaman Raja Puluhuwala (1801-1815).

Selain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, mereka ingin dekat ke Atinggola yang mempunyai persamaan bahasa (serumpun).

Tahun 1870, beberapa suku Bolango berpindah ke arah timur Gorontalo, yaitu Molibagu di bawah pimpinan Marsaoleh Yusuf Walangadi yang mendapat gelar Jogugu Pengganti.

Sebelum ke Molibagu, ada perpindahan suku ke Lombagin zaman Raja Unonongo (1840-1856).

Setelah melalui beberapa raja di Molibagu, kerajaan Bolaang Uki (yang mengantikan kerajaan Bolango mencapai zaman keemasan kedua di bawah pimpinan Raja Hasan Van Gobol dengan perpindahan kerajaan ke bagian pantai selatan yang dikenal sebagai Molibagu sekarang.

Molibagu artinya memperbaharui sehingga berbagai tatanan adat istiadat, penyelenggaraan agama, dan pemerintahan ditata kembali bahkan di berbagai segi kehidupan misalnya pembagian daerah dari Popodu atau daerah pantai, tengah dan gunung.

Masyarakat Suku Bolango menikmati daerah yang subur di Molibagu.

Wilayahnya memanjang dari timur (Kima, wilayah kecamatan Pinolosian sekarang) dan ke barat hingga Potigada (wilayah Bone Pante sekarang).

Wilayah ini diberi nama kerajaan Bolaang Uki dengan ibu negeri kerajaan Molibagu.

Menurut Petrus, Raja Hasan Van Gobel kemudian menata negeri yang disebut kerajaan Bolaang Uki. . 

Menurut Gobel, Tahun 1941, kerajaan Bolaang Uki dipimpin oleh raja Ari Banser van Gobol hingga sampai 1946, di mana sistem pemerintahan berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Petrus juga mengatakan beberapa waktu kemudian kerajaan ini bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kerajaan Bolango: Dari Tapa ke Bolaang Uki (Suatu Tinjauan Sejarah Sosial),

Sumber 1. Saleh Echsan Gobel

2. Kerajaan Bolango: Dari Tapa ke Bolaang Uki (Suatu Tinjauan Sejarah Sosial)

Pantai Salongo Timur Bolsel
Pantai Salongo Timur Bolsel (tribun manado/David Manewus)

(TRIBUNMANADOWIKI.COM/David Manewus)

Ikuti kami di
243 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved