TRIBUNMANADOWIKI.COM - Setiap tahun banyak masyarakat Manado menonton perayaan Cap Go Meh.
Akan tetapi banyak di antara mereka tidak tahu sejarah perayaan itu.
Sofyan Jimmy Yosadi, SH (Yang Chuan Xian), anggota Dewan Rohaniwan MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) pimpinan tertinggi majelis di seluruh Indonesia menjelaskannya.
1. Arti Cap Go Meh dan Yuan Xiao
Cap Go Meh adalah dialek Hokkien untuk menyebut 十五暝 Shi wu wei (pinyin).
Itu melambangkan hari ke-15 di bulan pertama.
Cap Go Meh erupakan hari terakhir perayaan Tahun Baru Imlek bagi umat Khonghucu serta masyarakat Tionghoa yang turut merayakannya di seluruh dunia.
Cap artinya Sepuluh, Go artinya Lima, sedangkan Meh artinya Malam.
Sedangkan lafal dialek Hakka adalah Cang Njiat Pan, artinya pertengahan bulan satu.
Di daratan Tiongkok dinamakan 元宵节 Yuan Xiao Jie.
Bulan Pertama Zhen Yue 正月dalam penanggalan Imlek disebut juga dengan istilah Yuan Yue 元月.
Jadi Yuan Xiao artinya adalah Malam dengan Bulan Purnama pertama dalam Tahun yang baru.
Perayaan Yuan Xiao katanya disebut juga dengan Perayaan Shang Yuan 上元节.
Sembahyang Shang Yuan adalah ritual khas agama Khonghucu dan Tao.
Ini berdasarkan Khonghucu dan Tao, berakar sama dalam tradisi agama dari Tiongkok.
Itu hanya 'dibedakan' pada pendekatan dan orientasi penjabarannya.
Shang Yuan adalah makna religiusitas dalam pengertian sembahyang dimulainya siklus kehidupan tahunan dalam kerja untuk mengolah bumi dan mendapatkan hasil bumi.
Sembahyang besar Shang Yuan erat kaitannya dengan persembahyangan kepada San Guan Da Di yang disebut penguasa tiga alam.
Ketiga Shen Ming (Sien Beng dalam dialek Hokkian) secara harafiah diartikan roh suci.
Itu erat kaitannya dengan Nabi Purba Ru Jiao (agama Khonghucu).
Ketiga Shen Ming merupakan pemimpin pra dinasti di Tiongkok yakni Yao, Shun dan Yu.
Persembahyangan Shang Yuan merupakan perintah sembahyang wajib sebagaimana tersurat pada kitab suci agama Khonghucu yakni Si Shu (Empat Kitab) dan Wu Jing (Lima Kitab yang mendasari).
Demikian pula Shang Yuan merupakan ritual wajib bagi penganut Tao.
2. Tidak Berhubungan Dengan Budha
Sembahyang Shang Yuan tidak ada hubungan dengan agama Buddha.
Demikian pula hal dengan Perayaan Capgomeh
Namun, sejarah mencatat betapa saat diskriminasi rezim orde baru, ada upaya menafsirkan perayaan Capgomeh dan Goan Siau dengan perayaan agama Buddha yakni Magha Puja.
Bagi Yosadi sangat jauh sekali perbedaannya.
Pengertian Magha Puja ialah berkumpulnya 1250 ehi Bhikku.
Itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan ritual Shang Yuan, Yuan Xiao dan Shi Wu Wei (Capgomeh).
3. Pasiar Tapikong
Khusus di Manado, sejak dahulu masyarakat umum menyebut perayaan Capgomeh dengan istilah "Pasiar Tapikong".
Pasiar dalam dialek Manado artinya jalan-jalan.
Tapikong adalah sebutan merujuk kepada pengertian Toapekong (dialek Hokkian).
Dialek Hakka menyebutnya Taipakkung.
Sementara , Pinyin menyebutnya Dabogong yang artinya merujuk pada pengertian sosok Shen Ming (Sien Beng) Roh Suci.
Sien Beng secara harafiah artinya leluhur.
Toa artinya tua, Pe artinya paman, Kong artinya Opa, Kakek.
Bagi masyarakat Manado menyebut Pasiar Tapikong adalah menjelaskan bahwa saat Capgomeh para Shen Ming akan keluar dari Klenteng.
Arca atau Kimsin diletakkan di Kio (tandu miniatur Klenteng) akan diarak untuk memberi berkat dan perlindungan bagi umat manusia.
Simbolnya keliling atau jalan mengelilingi beberapa jalan raya (pasiar).
Istilah lain yang berhubungan dengan Capgomeh adalah Xun Jing 巡境 secara harafiah memiliki arti Merondai Lingkungan atau berkeliling.
Istilah lain dalam dialek Hokkian (Fujian) adalah Jut Bio atau Keluar Klenteng dan Jiao Keng atau Mengelilingi Lingkungan.
Istilah-istilah tersebut menandakan bahwa maksud diadakan Xun Jing adalah mengusung Kim Sin arca Para Shen Ming keluar Klenteng.
Semua untuk membersihkan lingkungan dan pemukiman dari pengaruh negatif serta memberikan berkat bagi umat manusia tidak terbatas hanya bagi penganutnya saja.
4. Usia
Perayaan Capgomeh di Manado sudah berjalan ratusan tahun sejak adanya bangunan Klenteng pertama di Manado yakni Klenteng Ban Hing Kiong.
Bangunan Klenteng ini sudah ada sejak abad ke 17 berupa dinding dari bambu dan beratap nibong.
Setelah beberapa kali renovasi maka tercatat berdiri bangunan semi permanen pada tahun 1819.
Padahal jauh sebelum itu sudah ada bangunan Klenteng ini.
Orang Tionghoa di Manado sudah ada sejak kedatangan bangsa Eropa di tanah Minahasa (Manado, Wenang).
Interaksi perantauan Tionghoa di tanah Minahasa karena dibawa bangsa Eropa sebagai pekerja.
Bangsa Portugis yang dipimpin Simao d'abreu tiba di Tanah Minahasa tahun 1523.
Bangsa Spanyol yang disebut orang Minahasa bangsa Tasikela (kastela) menginjakkan kakinya di tanah Minahasa tahun 1530.
Ketika kapal Belanda yang dipimpin Jan Lodewijk Rossinggeyn pada tahun 1608 mendarat di Tanah Minahasa (Manado) didirikanlah loji untuk mengumpulkan hasil bumi.
Selanjutnya tahun 1655 dibuat benteng kayu yang diberi nama Nederlandche Vasticheijt.
Tahun 1673 benteng kayu direnovasi menjadi beton dan dinamakan benteng Fort Amsterdam, renovasi ini selesai pada tahun 1703.
Para pekerja Tionghoa mulai mendirikan bangunan rumah di belakang benteng ini yang kelak menjadi kampung Cina Manado.
Lokasi benteng Fort Amsterdam ini sekarang dinamakan pasar 45 dan berdirilah kawasan taman kesatuan bangsa.
Pemukiman Tionghoa yang disebut Ghetto (Loh Tia) atau Kampung Cina Manado oleh bangsa Belanda dipilih seorang Wijkmeester berupa Luitenant dan Kapitein der Chinezeen dengan tujuan menjaga ketertiban dan keamanan serta mempermudah pengawasan.
Seiring perkembangan jaman maka kampung Cina di Manado mengalami pertambahan penduduk baik dari datangnya jung atau kapal perantauan Tionghoa dan kapal bangsa Eropa yang mengikutsertakan pekerja Tionghoa, juga mulai terjadi interaksi kawin mawin antara Tionghoa dan penduduk lokal Minahasa.
Tercatat dalam sejarah, pekuburan Tionghoa pertama di Manado yang kemudian dipindahkan dan dibangun rumah sakit Gunung Wenang hingga sekarang berdiri hotel megah yang bernama hotel Peninsula.
Tahun 1825 dibangun pula rumah abu yang bernama Kong Tek Su di kawasan kampung Cina Manado.
5. Keunikan
Ritual Capgomeh di Manado sangat unik dan lain dibandingkan dengan daerah lain seperti Singkawang, Jawa, Sumatera dan lain-lain.
Di Manado prosesi bertanya melalui Po Poe kepada Shen Ming (Sien Beng) apakah saat Capgomeh bisa keluar di jalan raya berkeliling atau tidak dilakukan di Klenteng Ban Hin Kiong.
Prosesi yang dilaksanakan di Klenteng pertama dan tertua ini sudah berjalan ratusan tahun hingga kemudian munculnya Klenteng-Klenteng lain yang mengikutinya.
Ritual Po Poe yang sangat khas ini berbeda dengan daerah lain bahkan di Tiongkok sendiri tidak melaksanakan Po Poe untuk melaksanakan ritual Capgomeh.
Banyak hal katanya dihubung-hubungkan dengan keluar atau tidak keluarnya ritual Capgomeh di Manado.
Jika tidak keluar maka dianggap akan ada bencana, hama, penyakit, peperangan, gangguan keamanan.
Kalau keluar maka akan banyak berkat, hasil bumi berlimpah dan sebagainya.
Dulu asumsi ini lanjutnya sering dikaitkan dengan beberapa peristiwa seperti saat tidak direstui terjadi pendudukan Jepang di Manado, peristiwa Permesta dan lain-lain.
Yosadi yang sejak remaja aktif di Klenteng mulai meneliti kebenaran terhadap asumsi ini kemudian menemukan tidak ada korelasi antara keluar atau tidak keluar "pasiar Tapikong" Capgomeh dengan berbagai peristiwa yang kebetulan saja terjadi.
Di tahun 1990-an beberapa kali tidak keluar demikian pula tahun 2000-an hingga saat ini tahun 2017.
Sejak tahun 2010 dinamika perubahan terhadap ritual Capgomeh di Manado mengalami perkembangan yang menarik.
Saat ini sudah belasan Klenteng berdiri di kota Manado.
Sejak adanya petunjuk Kongco Kwan Kong bahwa setiap tahun harus keluar untuk Jut Bio, pasiar Tapikong maka Klenteng Kwan Kong akan memimpin ritual upacara Capgomeh apabila ritual di Klenteng Ban Hing Kiong tidak keluar.
Seperti juga tahun 2017, Klenteng Ban Hing Kiong dan sejumlah Klenteng lain tidak ikut dalam prosesi ritual Capgomeh di Manado.
Hal ini menurut Yosadi mestinya ditanggapi dengan biasa saja bahwa memang demikianlah setiap agama mengalami perubahan dan dinamika yang tentunya multi tafsir.
6. Encek Pia
Keunikan lain Capgomeh di Manado adalah berhubungan dengan kehadiran sosok Tangshen (Tang Sin dalam dialek Hokkian).
Tang artinya mewakili, Shen merujuk pada Shen Ming (Sien Beng, roh suci).
Masyarakat Manado sejak dulu memakai istilah salah kaprah dengan menyebutnya Encek Pia.
Padahal Encek Pia adalah sosok seorang Tangshen pertama di Manado ratusan tahun lalu, yang bernama Oei Hu Pie.
Panggilan Encek berarti paman atau om.
Sedangkan biasanya orang Hokkian memanggil nama kecil seseorang mamakai awalan atau akhiran A seperti A Lung, A Kae dan lain-lain Oei Hu Pie dipanggil A Pie atau Pie A.
Bagi orang yang lebih muda jaman dulu memanggilnya Encek (paman, Om) Pie A lama kelamaan menjadi Encek Pia.
7. Pergantian Tangshen
Sosok Tangshen katanya adalah sosok dari orang pilihan, tidak semua orang bisa menjadi seorang Tangshen.
Di Manado, Tangshen melewati beberapa "jalur".
Khusus di Klenteng Ban Hing Kiong, Tangshen sejak ratusan tahun lalu wajib turun temurun dalam sumpah dan ikrarnya hingga tujuh keturunan.
Dimulai dari Oei Hu Pie kini sudah turunan kelima.
Pergantian sosok Tangshen di Klenteng Ban Hing Kiong sangat unik karena setelah Tangshen terdahulu meninggal dunia baru digantikan anaknya atau keturunannya.
Sedangkan Tangshen di Klenteng lain seperti Klenteng Kwan Kong melalui proses dipilih baik melalui ritual Po Poe.
Mereka bertanya kepada Shen Ming (Sien Beng) atau meminta petunjuk langsung dari Shen Ming (Sien Beng) melalui Tangshen senior yang sedang menjalankan tugas.
8. Bukan Atraksi Kebal
Dalam menjalankan tugas kewajibannya sosok Tangshen ini tidak melakukan ritual mistik, atraksi kebal, memotong lidah dan menusukkan badan dengan pedang, tombak dan peralatan lain untuk menunjukkan kesaktiannya.
Pengertian sesungguhnya adalah memberi berkat "blessing".
Ada pengorbanan diri seorang Shen Ming (Roh Suci) melalu sosok Tangshen.
Dengan itu manusia mendapatkan pengampunan, menghalau segala bentuk aura negatif, hawa jahat, malapetaka dan bencana.
Mereka memberi perlindungan bagi umat manusia sepanjang tahun atas kuasa Huang Tian Shang Di, Tuhan Yang Maha Besar.
7. Macam-macam Tangshen
Ada beberapa perbedaan dalam sosok Tangshen.
Ada yang melaksanakan upacara ritual dan mewakili roh suci Shen Ming tapi tidak berkomunikasi secara verbal apalagi melakukan pengobatan dan hal lainnya.
Tangshen ini disebut Tong Ji.
Sosok Tangshen lainnya adalah yang melaksanakan ritual dan dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal namun tidak dapat melaksanakan pelayanan pengobatan dan lain-lain.
Tangshen ini disebut Tong Zi.
Terakhir, sosok Tangshen yang melaksanakan ritual dan dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal serta dapat melaksanakan pengobatan dan pelayanan lainnya.
Tangshen ini disebut Ji Tong.
Untuk membedakannya, di Klenteng Ban Hing Kiong adalah Tangshen dengan sebutan Tong Ji.
Di Klenteng Kwan Kong adalah sosok Tangshen yang disebut Ji Tong.
Di Manado, para Tangshen yang sedang bertugas saat ritual Capgomeh adalah mewakili para Shen Ming yang datang.
Mereka menjadikan tubuh badan kasarnya dipakai sebagai media adalah sosok Roh Suci Shen Ming seperti Kwan Tee (Guan Di).
Kwan Tee umum disebut Kwan Kong yakni Shen Ming yang gagah perkasa.
Ia seorang Jenderal perang yang hidup di jaman San Guo (Sam Kok) akhir dinasti Han.
Keteladanan Kwan Kong adalah kesetiaan dan kejujuran.
Kwan Tee dipercaya dan diyakini melindungi umat manusia dari segala aura negatif, hawa jahat, bencana dan peperangan serta memberikan berkat.
Bagi anak murid atau yang memujanya wajib berikrar agar dapat hidup meneladani Kwan Kong untuk Zhong Yi Qian Qiu (Tiong Gie Cing Ciu).
Artinya menjunjung nilai kesatyaan serta kebenaran, keadilan, kewajiban sampai akhir hayat.
Shen ming lainnya adalah Fu De Zheng Shen (Hok Tek Cing Sien).
Ia merupakan manifestasi kuasa hukum Tuhan yang abadi, penguasa bumi, sebagai insan berbudi luhur, berjiwa besar, banyak menolong dan dijadikan teladan.
Beberapa sebutan lain untuk Shen Ming (Sien Beng) Fu De Zheng Shen (Hok Tek Cing Sien) adalah Hoo Tho (Hou Tu), Tho Tee Kong (Tu Di Gong), Toa Pe Kong (Da Bo Gong), Tee Cu Kong (Di Zhu Gong).
Sosok Shen Ming lain yang selalu hadir saat Capgomeh di Manado adalah Guan Ze Zun Wang (Kong Tek Cun Ong) yang berarti Raja Mulia yang memberi berkah melimpah.
Dimuliakan pula dengan sebutan Guo Sheng Wang (Kwee Sing Ong).
Sosok Shen Ming lain adalah Xuan Tian Shang Di (Hian Thian Siang Tee dalam dialek Hokkian).
Ia dipercaya mengusir roh jahat dan melindungi umat manusia dari kejahatan dan populer disebut pula Malaikat Bintang Utara.
Visualisasi Shen Ming ini menurutnya duduk di singgasana dengan pokiam (pedang) penakluk roh jahat mengarah ke depan.
Ia menginjakkan kakinya di atas kura-kura dan ular.
Sosok Shen Ming lain yang hadir dalam Capgomeh adalah Zhong Tan Yuan Shuai (Tiong Tan Goan Swee ; dialek Hokkian).
Ia populer disebut Li Ne Zha (Li Lo Cia).
Ia tampilkan sosok anak kecil dengan pakaian perang lengkap, tangan kanan memegang tombak dan tangan lain menggenggam gelang jagat raya.
Dipercaya Shen Ming ini yang mengusir kejahatan, roh jahat dan senantiasa memberi berkat.
Sosok Shen Ming (Sien Beng) lain adalah Er Lang Shen (Ji Long Sien dalam dialek Hokkian) yang populer disebut Yang Jian (Yo Cian).
Shen Ming (Sien Beng) lain dalam kisah Xi You Ji (See Yu Ki) yakni Sun Wu Kong (Sun Go Kong).
Ini kisah legenda mitos yang akhirnya dipercaya sebagai Shen Ming (Sien Beng).
Alasannnya, berdasarkan spiritnya yang melindungi umat manusia dari bencana alam, roh jahat dan selalu memberi berkat.
Ada beberapa sosok Shen Ming (Sien Beng) lain yang selalu hadir saat perayaan Capgomeh di Manado.
Sebutan Shen Ming (Sien Beng) terasa pas.
Kalaupun diterjemahkan bebas dengan Roh Suci masih lebih baik dari sebutan Dewa Dewi layaknya agama dan kepercayaan lain.
--
(TRIBUNMANADOWIKI.COM/David Manewus)